![]() |
"Jami’ al-Sahih "Sunan al-Tirmizi" |
Zaman
sekarang sering kita dengar tentang ulama, termasuk di dalamnya adalah salah
satunya ulama hadis. Dalam dunia islam banyak sekali para ulama yang lahir
sejak masa sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in, setelahnya bahkan sampai
sekarang. Dari beribu ulama pada masa tersebut ada diantaranya yan lahir pada
periode tabi’ at-tabi’in periode ke-dua.
Pada
pembahasan makalah yang akan di paparkan pada pembahasan selanjutnya adalah
membahas tentang seorang ulama yang karyanya cukup populer dan banyak menjadi
rujukan dan kajian para pakar hadis dalam mendalami kajian tentang hadis
Rasulullah SAW. Ulama ini disebut oleh ulama lain dengan sebutan Abu Isa
al-Tirmizi atau lebih dikenal dengan sebutan Imam al-Tirmizi. Beliau adalah
seorang ulama yang cukup memiliki kredibilitas yang tinggi karena menurut
jumhur ulama bahwa al-Tirmizi adalah seorang yang kuat hafalannya, seorang yang
tsiqah, dan ahli dalam bidang fiqih serta yang lainnya seperti ke-wara’annya
dan ke-zuhudannya.
Adapun
fokus pembahasan dalam makalah ini adalah Biografi Imam al-Tirmizi,
Karya-Karyanya, Frofil Kitab (Jami’ al-Shahih), serta metodologi yang
digunakan oleh al-Tirmizi dalam penyusunan dan penuilisan kitab tersebut. Smoga
dengan adanya makalah ini bisa membantu pembaca dalam mengatahui tentang
ulama-ulama yang ada sejak masa sahabat sampai sekarang, khusunya Imam
al-Tirmizi.
Nama
lengkap dari Imam al-Tirmidzi adalah Muhammad bin isa bin Saurah bin Adh Dlahak
As-Salami al-Tirmidzi, beliau lahir pada tahun 209 H di Turmudz.[1]
Berdasarkan referensi yang ada, sebagaimana menurut mayoritas ulama bahwa
al-Tirmizi, bahwa imam At-Tirmizi dilahirkan dalam keadaan buta dan terus
berlangsung sampai akhir hidup hayatnya dalam keadaan buta, tetapi menurut
referensi lain bahwa beliau buta adalah ketika usianya sudah tua karena terlalu
banyak menangis, sebab takut kepada Allah SWT. Pendapat ini dikuatkan sebagaimana
oleh Al-Hafidh ‘Umar bin ‘Allak (w. 325H) bahwa al-Tirmizi lahir dalam keadaan
normal, tidak mngalami cacat mata. Adapun ia mengalami kebutaan adalah setelah
mengadakan berbagai perlawatan dalam mencari hadis Nabi SAW dan setelah
menyelesaikan kitab al-Jami’ al-Sahih-nya.[2]
Sebagiamana pendapat ini yang dipakai oleh jumhul ulama terhadap seorang
al-Tirmizi.
Dilihat dari perjalanan beliau dalam menuntut
ilmu adalah bahwa beliau mulai menuntut ilmu pada usia dua puluh tahun di kota Khurasan, bahsrah, Kufah, Wasith,
Baghdad, Mekkah, Madinah, Ray, Mesir dan Syam. Dan meurut pandangan sebagian
ulama bahwa beliau adalah seorang pengahafal yang kuat di luar kepala sehingga
menjadi rujukan dalam hafalan dan keakuratan. Kemudian dalam mempalajari
keilmuan beliau cukup banyak mempelajari disiplin ilmu diantaranya mempelajri
ilmu hadits, fikih, dan ilmu-ilmu lainnya, sehingga menurut Ibnu Mubarak bahwa
Al-Tirmizi “dalam Ilmu Fikih dia pakarnya”.[3]
Adapun
keterangan dari keturunan yang melekat pada nama al-Tirmizi yaitu al-Sulami,
adalah menandakan bahwa al-Tirmizi adalah berasal Bani Sulaim dari kabilah
Ailan.[4]
Sementara al-Bugi adalah nama tempat dimana al-Tirmizi menandakan tempat meninggalnya al-Tirmizi atau tempat wafat atau tempat
dimakamkan.[5]
Sedangkan kata al-Tirmizi sendiri menandakan kebangsaan di kota Tirmiz, sebuah
kota di tepi sungai Jihun di Khurasan, tempat al-Tirmizi dilahirkan.[6]
Selanjutnya al-Tirmizi wafat pada malam senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H di
desa Bug dekat kota Tirmizi.[7]
Adapun
para ulama yang menajdi gurunya diantaranya adalah Qitaibah bin Sai’id, Ishaq
bin Rahawaih, Muhammad bin’Amru as-Sawwaq al-Balki, Mahmud bin Ghailan, Isma'il
bin Musa al Fazari, Ahmad bin Mani', Abu Mush'ab Az Zuhri, Basyr bin Mu'adz al
Aqadi, Al Hasan bin Ahmad bin Abi Syu'aib, Abi 'Ammar al-Husain bin Harits,
Abdullah bin Mu'awiyyah al-Jumahi, 'Abdul Jabbar bin al 'Ala, Abu Kuraib, 'Ali
bin Hujr, 'Ali bin sa'id bin Masruq al Kindi, 'Amru bin 'Ali al Fallas, 'Imran
bin Musa al Qazzaz, Muhammad bin aban al Mustamli, Muhammad bin Humaid Ar Razi,
Muhammad bin 'Abdul A'la, Muhammad bin Rafi', Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu
Dawud, dan masih banyak lagi yang lainnya.[8]
Al-Tirmizi
dalam dunia keilmuan khususnya ilmu hadis juga merupakan seorang guru yang banyak
melahirkan para pakar hadis, adapun diantara murid-muridnya adalah Abu Bakr
Ahmad bin Isma'il As Samarqandi, Abu Hamid Abdullah bin Daud Al Marwazi, Ahmad
bin 'Ali bin Hasnuyah al Muqri`, Ahmad bin Yusuf An Nasafi, Ahmad bin Hamduyah
an Nasafi, Al Husain bin Yusuf Al Farabri, Hammad bin Syair Al Warraq, Daud bin
Nashr bin Suhail Al Bazdawi, Ar Rabi' bin Hayyan Al Bahili, Abdullah bin Nashr
saudara Al Bazdawi, 'Abd bin Muhammad bin Mahmud An Safi, 'Ali bin 'Umar bin
Kultsum as Samarqandi, Al Fadhl bin 'Ammar Ash Sharram, Abu al 'Abbas Muhammad
bin Ahmad bin Mahbub, Abu Ja'far Muhammad bin Ahmad An Nasafi, dan masih banyak
lagi murid yang lainnya.[9]
Dalam
kalangan kritikus hadis, tentang kepribadian dan keilmuan seorang al-Tirmizi
tidak diragukan lagi, hal ini dapat dilihat dari pernyataan mereka sebagaimana
berikut ini:
a.
Dalam Kitab al-Siqat, Ibnu Hibban
menerangkan bahwa al-Tirmizi adalah seorang penghimpun dan penyampai hadis,
sekaligus pengarang kitab.
b.
Al-Khalili berkata, “al-Tirmizi adalah seorang
tsiqah mutafaq ‘alaih (diakui oleh Bukhari dan Muslim)”.
c.
Al-Idris berpendapat bahwa al-Tirmizi adalah
seorang ulama hadis yang meneruskan jejak seorang ulam sebelumnya dalam bidang Ulumul
Al-Hadis.
d.
Al-Hakim Abu Ahmad berkata, aku mendengar
‘Imran bin ‘Alan berkata, “Sepeninggal Bukhari tidak ada ulama yang menyamai
ilmunya, ke-wara’annya, dan ke-zuhudannyadi kHurasan, kecuali Abu ‘Isa
al-Tirmizi.
e.
Ibnu Fadil menjelaskan, bahwa al-Tirmizi
adalah pengarang kitab Jami’ dan tafsirnya, dia juga ulama yang paling
berpengetahuan.[10]
Selanjutnya,
meskipun ulama kritikus hadis mengakui al-Tirmizi, namun Muhammad Ibnu Hazm
mengatakan bhawa al-Tirmizi adalah majhul[11]
dalam bidang periwayan hadis. Tetapi ada juga ulama yang meresponnya yaitu
diantarnya:
a.
Al-Hafiz al-Zahabi berpendapat, Ibnu Hazm
mengkritik al-Tirmizi disebabkan ia tidak mngetahui dan belum sempat membaca
karya al-Tirmizi, karena kitab al-Jami’
al-Sahih al-Tirmizi belum masuk kewilayah Andulia (Sepanyol), Negri tempat
Ibnu Hazm.
b.
Dan ulama lain seperti Ibnu Hajar mengatakan
bahwa, “Suatu kebodohan bagi Ibnu Hazm yang memberikan penilaian majhul
kepada al-Tirmizi, padahal al-Tirmizi diakui ke-hafiz-annya, dan termsuk
ulama yang tsiqah hafiz menurut pandangan ulama hadis serta karyanya
telah mndapat respon positif dikalangan ulama hadis.[12]
Demikianlah pandangan ulama terhadap seorang
al-Tirmizi, yang mana tentunya tidak lepas dari respon para ulama tersebut,
baik itu respon yang tidak baik, lebih-lebih lagi komentar ulama akan
kekredibiliatasan seorang al-Tirmizi tersebut.
Berdasarkan
data dan referensi yang ada menunjukan bahwa al-Tirmizi adalah seorang yang
sungguh-sungguh dalam manggali hadis dan mendalami ilmu pengatahuan, dimana ini
terlihat ketika di kaji dari karya yang telah dihasilkan olehnya, misalnya
karyanya-karyanya ada sampai sekarang ini sebagaimana berikut ini:
a.
Kitab Al Jami', terkenal dengan sebutan Sunan at Tirmidzi.
b.
Kitab Al 'Ilal
c.
Kitab Asy
Syama'il an Nabawiyyah.
d.
Kitab Tasmiyyatu ashhabi rasulillah shallallahu 'alaihi wa sallam
e.
Kitab At-Tarikh.
f.
Kitab Az Zuhd.
g.
Kitab Al
Asma` wa al kuna, dan lain-lain.[13]
Adapun
dari kitab yang di atas, kitab yang memiliki perhatian lebih atau paling
monumental oleh orang banyak adalah kitab Jami’ al-Sahih atau lebih
dikenal dengan nama Sunan al-Tirmizi. Karena bergitu populerny kitab ini
maka ada kitab syarah yang mencoba menjelaskan isi kandungan kitab tersebut,
misalnya kitab Aridat al-ahwadi ditulis oleh Abu Bakar ibnu al-‘Arabi
al-Maliki, al-Munaqih al-Syazi fi Syarh al-Tirmizi oleh Muhammad Ibnu
Muhammad Ibnu Muhammad yang terkanal dengan Ibnu Syyid al-Nas al-Syafi’i.[14]
Sebelum
membahas lebih dalam lagi tentang bagaimana sebenarnya profil dari kitab imam
al-Tirmizi yang cukup populer tersbut, yaitu kitab Jami’ al-Sahih atau
lebih terkenal dengan nama Kitab Sunan al-Tirmizi. Tentu terlebih dahulu perlu
diketahui akan kondisi atau bagaimana situasi ketika kitab Jami’ al-Sahih ditulis.
Abad
ke-3 H adalah dimana pada abad ini merupakan fase kejayaan Islam, dan juga
merupakan fase puncak kemajuan ilmu pengatahuan yang dikembangkan oleh ulama
dalam disiplin ilmu pengetahuan, misalnya dalam bidang ilmu hadis, fiqih, filsafat,
ilmu kalam dan tasawuf, dan ilmu-ilmu lainnya.
Dalam
kawasan periode ini juga merupakan periode “penyempurnaan dan pemilihan”, yaitu
penanganan terhadapa persoalan yang belum dapat terselasaikan pada periode
seblumnya, seperti persoalan Jahr wa al-ta’dil, persambungan sanad dan
kritik matan, serta pemisahan hadis Nabi SAW dan fatwa sahabat. Dari adanya
usaha inilah banyak melahirkan kitab-kitab hadis yang beragam coraknya, diantaranya
kitab sahihain (Bukhari dan Muslim), dan kitab-kitab sunan yang mana di dalamnya memuat
hadits-hadits yang hasan, dha’if, bahkan mungkar, misalnya sunan Abu Daubd (w.
273 H), al-Tirmizi (w. 279 H), dan an-Nasa’i (w. 303 H). [15]
Menurut
pandangan ulama bahwa keberadaan kitab ini adalah untuk menjawab perssolan yang
ada pada waktu itu, misalnya maslah pemalsuan hadis yang dilahirkan oleh
golongan pendusta, dan menjawab atas madzhab teolog yang fanatik dalam membela
golongannya. Maka oleh sebab itulah mangapa pada periode ini kitab hadis yang
ada lebih banyak berorientasi pada kitab fiqih.[16]
Adapun
frofil dari kitab Jami’ al-Sahih ini adalah sebagai berikut:
a.
Nama Kitab :
Jami’ al-Sahih atau Sunan al-Tirmizi
b.
Pengarang :
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Adh Dlahak As-Salami
al-Tirmidzi
(Abu Isa al-Tirmzi).
c.
Kitab :
al-Aqa’id (Akidah), al-Riqaq ( Budi Luhur ), Adab (Etika),
Al-Tafsir (Tafsir Al-Qur’an), al-Tarikh wa
al-Syiar (Sejarah dan Jihad Nabi),
al-Syama’il (Tabiat), al-Fitan (Fitnah), dan al-Manaqib wa
al-Masalib.[17]
d.
Isi Kitab :
terdiri dari 5 Juz, 2376 Bab, dan 3956 Hadits.[18]
e.
Hadis :
Hadis Shahih 138 Hadis, Hadis Hasan Shahih 1454 Hadis,
Hadis Shahih Gharib 8 Hadis, Hadis Hasan
Shahih Gharib 254 Hadis, Hadis Hasan 705 Hadis, Hadis Hasan Gharib 571 Hadis,
Hadis Gharib 412 Hadis, dan hadis yang dihukumkan Dha’if ada 344 Hadis, serta hadis yang tidak dinilai
dengan jelas oleh para ulama ada 344 hadis.[19]
Menurut
al-Tirmizi, isi hadis-hadis yang ada dalam kitab Jami’ al- Shahih adalah
hadis yang telah diamalkan oleh ulama Hijaz, Irag, Khurasan, dan daerah lain
kecuali dua hadis yang diperselisihkan ulama dari segi sanad dan segi matannya.[20]
Sehingga ada ulama yang menerima maupun menolak hadis ini dengan alasan yang berdasarkan
naql (dalil Al-Qur’an dan Hadis) maupun akal.
Berdasarkan
kajian metodologi dalam kitab Jami’ al-Shahih, hadis atau sumber rujukan
dalam pengutipan hadits oleh al-Tirmizi adalah dimana beliau kutip dari
periwayatan-perirwayatan gurunnya sebagaimana telah disebutkan di atas tentang
guru-gurunya. Termasuk yang menjadi landasan dasar sumber hadis yang ia kutip
adalah diantaranya dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
an-Nasa’i, Sunan abu Daud, dan kitab-kitab lainnya dari ulama yang telah di
jelajahinya dalam perjalanannya menuntut ilmu.
Dalam
sistematika penulisan yang digunakan oleh al-Tirmizi adalah sebagaimana yang ia
ucapkan dalam kitabnya Sahih al-Timizi bahwa beliau mengutip hadis dari hadis yang
shahih, hasan shahih, gahrib, hasan, dhai’f laisa bihi matru’, serta hadis yang tidak jelas
dari gurunya. Maksudnya adalah dalam sistematika penulisan pendekatan yang ia
gunakan adalah memilih mengambil hadis yang lemah tetapi tidak menghalangi
dalam pengamalannya dan tetap banyak diamalkan oleh para fuqaha, dari pada
qiyas dan ijma’.
Berdasarkan
keterangan di atas maka itulah sebabnya al-Timizi menciptakan istilah hadis
hasan yang mana kedudukannya dibawah hadis shahih dan di atas hadis hasan tetapi
dapat digunakan sebagai hujjah.
Dalam
merwayatkan hadis al-Tirmizi berbeda dengan ulama lainnya, diantarnya adalah
dimana hadis yang ia riwayatkan adalah hadis beragam baik itu shahih bahkan
sampai ketingkatan Dha’if. Meskipun demikian dalam hal ini ia tidaklah sembarangan
dalam meriwayatkan, tetapi hadis yang ia riwayatkan adalah hadis yang sudah di
takhrij, bahkan ia diskusikan dengan gurunya, misalnya Imam Al-Bukhari. Adapun
alasan yang ia berikan dalam kitabnya terhadap mengapa metode dan pendakatan
yang ia gunakan seperti yang telah dijelaskan di atas tidak lain, yaitu dengan
keterangan tentang hadis tersebut adalah agar
semua orang tahu bahwa misalnya hadis yang ia riwayatkan tersebut adalah
adalah hadis yang shahih, hasan, gahrib, bahkan dha’if, serta diiringi dengan
keterangannya.
Berikut
ini metode-metode yang ia gunakan dalam menyusun kitab Shahih al-Tirimizi:
a.
Mentakhrij hadis yang menjadi amalan para
fuqaha’.
b.
Memberi penjelasan tentang kualitas hadis dan
keadaan hadis tersebut.
Menurut
al-Hafiz Abu Fadil bin Tahir al-Maqdisi (w. 507), bahwa ada empat syarat yang
ditetapkan oleh Imam al-Tirmizi sebagai standarisasi periwayatan hadis, yaitu:
a.
Hadis-hadis yang sudah disepakati keshaihannya
oleh Bukhari dan Muslim.
b.
Hadis yang shahih menurut standar keshahihan
Abu Daud dan An-Nasa’i, yaitu hadis-hadis yang para ulama tidak sepakat untuk
meniggalkanya, dengan ketentuan hadis itu bersambung sanadanya dan tidak
mursal.
c.
Hadis-hadis yang tidak dipastikan dengan
menjelaskan sebab-sebab kelemahannya.
d.
Hadis-hadis yang dijadikan hujjah oleh fuqaha’
baik hadis tersebut shahih mapun tidak. Dan maksudnya adalah bahwa ketidak
shahihannya ini tidak sampai ketingkat dha’if matruk.[21]
Demikianlah metode-metode yang digunakan oleh
al-Tirmizi dalam penilisan kitabnya Jami’ al-Shahih. Adapun untuk lebih
jelasnya tentang sistematika penulisan kitab Jami’ al-Shahih, dapat kita
lihat dari tabel berikut ini:
No.
|
Nama
Kitab / Bab
|
Juz
Ke-
|
Jumlah
|
Bab
|
Hadis
|
1
|
Bab al-taharah
|
1
|
122
|
148
|
2
|
Aswab as-Salah
|
1
|
62
|
89
|
3
|
Aswab Witir
|
2
|
22
|
35
|
4
|
Aswab al-Jum’ah
|
2
|
29
|
41
|
5
|
Bab ‘Idain
|
2
|
9
|
12
|
6
|
Bab as-Safara
|
2
|
44
|
72
|
7
|
Kita38 Zakat
|
3
|
38
|
73
|
8
|
Kitab Siyam
|
3
|
83
|
126
|
9
|
Kitab al-Hajj
|
3
|
116
|
15
|
10
|
Kitab Janazah
|
3
|
76
|
144
|
11
|
Kitab Nikah
|
3
|
43
|
65
|
12
|
Kitab Rada’
|
3
|
19
|
26
|
13
|
Kitab Talaq dan li’an
|
3
|
23
|
30
|
14
|
Kitab Buyu
|
3
|
76
|
104
|
15
|
Kitab al-Ahkam
|
3
|
42
|
58
|
16
|
Kitab Diyat
|
4
|
23
|
36
|
17
|
Kitab al-Hudud
|
4
|
30
|
40
|
18
|
Kitab al-Said
|
4
|
7
|
7
|
19
|
Kitab al-Zabaih
|
4
|
1
|
1
|
20
|
Kitab al-Ahkam dan al-Wa’id
|
4
|
6
|
10
|
21
|
Kitab al-Dahi
|
4
|
24
|
30
|
22
|
Kitab al-Siyar
|
4
|
48
|
70
|
23
|
Kitab Keutamaan Jihad
|
4
|
26
|
50
|
24
|
Kitab al-Jihad
|
4
|
39
|
49
|
25
|
Kitab al-Libas
|
4
|
45
|
67
|
26
|
Kitab al-At’imah
|
4
|
48
|
72
|
27
|
Kitab al-Asyribah
|
4
|
21
|
34
|
28
|
Kitab Birr wa al-Silah
|
4
|
87
|
138
|
29
|
Kitab al-Tibb
|
4
|
35
|
33
|
30
|
Kitab al-Fara’id
|
4
|
23
|
25
|
31
|
Kitab al-Washaya
|
4
|
7
|
8
|
32
|
Kitab al-Wala’ wa al-Hibah
|
4
|
7
|
7
|
33
|
Kitab al-Fitan
|
4
|
79
|
111
|
34
|
Kitab al-Ru’ya
|
4
|
10
|
16
|
35
|
Kitab al-Syahadah
|
4
|
4
|
7
|
36
|
Kitab al-Zuhd
|
4
|
64
|
110
|
37
|
Kitab Sifat al-Qiyamah, al-Raqa’iq dan
al-Wara’
|
4
|
60
|
110
|
38
|
Kitab Sifat al-Jannah
|
4
|
27
|
45
|
39
|
Kitab Sifat Jahannam
|
4
|
13
|
21
|
40
|
Al-Iman
|
5
|
18
|
31
|
41
|
AL-‘Ilm
|
5
|
19
|
31
|
42
|
Isti’zan
|
5
|
34
|
43
|
43
|
Al-Adab
|
5
|
75
|
118
|
44
|
Al-Nisa’
|
5
|
7
|
11
|
45
|
Fada’il Qur’an
|
5
|
25
|
41
|
46
|
Kitab al-Qira’at
|
5
|
13
|
18
|
47
|
Kitab Tafsir al-Qur’an
|
5
|
95
|
158
|
48
|
Kitab al-Da’wat
|
5
|
133
|
189
|
49
|
Kitab al-Munaqib
|
5
|
75
|
133
|
50
|
Kitab al-Ilal
|
5
|
-
|
-
|
Keterangan
:
a.
Juz Ke-1 dan Ke-2 di tahqiq dan di ta’liq oleh
Ahmad Muhammad Syakir.
b.
Juz Ke-3 di tahqiq dan di ta’liq oleh
Fu’ad Abd al-Baqi’.
c.
Juz Ke-4 di tahqiq dan di ta’liq oleh
Ibrahim ‘Adwah ‘Aud.
d.
Juz Ke-5 di tahqiq dan di ta’liq oleh
Ibrahim ‘Adwah ‘Aud, dengan ditambah satu pembahasan yaitu al-Ilal.[22]
Jadi
dari pembahasan di atas dapat difahami bahwa al-Tirmizi adalah seorang pakar
hadis yang namanya sudah terkenal dalam dunia hadis, dan tentang
kekredibilitasannya tidak diragukan lagi terutama oleh dunia keilmuan dalam
bidang disiplin ilmu hadis. Sehingga banyak dari karangannya yang menjadi
pegangan para pakar hadis setelah al-Tirmizi sampai sekarang ini. Adapun kitab
hadis yang paling menumental atau populer adalah kitab Jami’ al-Shahih atau
lebih dikenal dengan nama Sunan al-Tirmizi.
Berdasarkan
pembahsan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nama lengkap dari al-Tirmizi
adalah Muhammad bin isa bin Saurah bin Adh Dlahak As-Salami al-Tirmidzi, beliau
lahir pada tahun 209 H di Turmudz dan beliau wafat pada hari senin tanggal 13
Rajab tahun 279 H di desa Bug dekat kota Tirmizi.
Adapun
karya beliau yang beliau hasilkan selama masa hidupnya adalah Kitab A- Jami',
terkenal dengan sebutan Sunan at
Tirmidzi, Kitab Al-'Ilal, Kitab Asy
Syama'il an Nabawiyyah, Kitab Tasmiyyatu ashhabi rasulillah shallallahu 'alaihi wa sallam , Kitab At-Tarikh,
Kitab Az Zuhd, Kitab Al- Asma` wa al kuna, dan masih banyak lagi
yang lainnya.
Kitab
yang terkenal adalah kitab Jami’ al-Shahih, yaitu kitab yang dikarang
oleh Muhammad bin isa bin Saurah bin Adh Dlahak As-Salami al-Tirmidzi atau
dengan sebutan Abu ‘Isa al-Timizi. Kitab ini terdiri dari 5 Juz, 2376 Bab, dan
3956 Hadits, adapun hadis yang tekandung di dalamnya, ada hadis yang shahih,
hasan Shahih, Hasan, Gharib, Hasan Gharib, dan bahkan ketingkatan Dha’if
laisa bihi matruk.
Demikianlah
pembahsan makalah yang telah rincikan di atas dimana dari pembahasan ini lebih
difokuskan kepada Biografi al-Tirmizi, Karya-kryanya, Frofil kitab Jami’
al-Shahih, serta Metodologi Imam al-Tirmizi dalam menyusun kitab al-Jami
tersebut.
Dari
penulisan makalah ini, jika masih banyak kekurangan baik itu kesalahan dalam
penulisan maka diharapkan untuk dapat memebrikan masukan saran dan kritik
terhadap metodologo penulisan ini. Selain itu juga jika dalam pembahasan masih
banyak yang tidak di munculkan dalam pembahasan ini maka diharapkan kepada
pembaca untuk mengembangkan lagi pebahasan ini, tentunya dengan data serta
sumber yang lebih akurat.
Abu Khalil, Al-Dakatur Syauqi. 1426 H/ 2005 M.
Atlas al-Hadis al-Nabawi Minal al-Kitab al-Shahih al-Sittah. (Damaskus: Dar
al-Fikr).
Abu Zahu, Muhammad muhammad. 1404 H / 1984 M.
Kitab AL-Hadis wa Al-Muhadasun “ At-Ta’rif Bi Al-Kitab ,wa Al-Ba’ats ‘Ala
Nasyarah”.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 1994. Tahzib
al-Tahzib, Juz IX, (Beirut Darul al-Fikr).
Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN
Yogyakarta. 2003. Studi Kitab Hadis. (Yogyakarta: Teras).
Fadil, Ibnu. 1987. Lisan al-Mizan, Juz
VII. (Beirut: Dar al-Fikr).
Harahap, Khairul Amru, Achmad Faozan. “Tokoh-Tokoh
Besar Islam Sepanjang Sejarah”, Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar.
Khaeruman, Badhri. 2010. Ulum Al-Hadis,
(Bandung : Pustaka Setia)
Kitab Hadis Sembilan Imam, dalam Lidwa.
Mustafa, Al-Dakatur. As-Sunnah wa
Makannataha fi al-Tasyri’ al-Islami, (Beirut : Dar al-Waraq)
Su’ud, Ahmad Said Ahmad. 1415 H / 1990 M. Fi
Rihab al-Sunnah al-Kitab al-Shahih al-Sittah. ( Mujma’ al-Bahust al-Islamiah
).
[1]
Muhammad muhammad Abu Zahu, Kitab AL-Hadis wa Al-Muhadasun “ At-Ta’rif Bi
Al-Kitab ,wa Al-Ba’ats ‘Ala Nasyarah”, tahun 1404 H / 1984 M.
[2] Dosen
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Yogyakarta. Studi Kitab Hadis. (Yogyakarta:
Teras, 2003), hlm 106.
[3]
Khairul Amru Harahap, Achmad Faozan, “Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang
Sejarah”, Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, halaman 353.
[4] Ahmad
Said Ahmad Su’ud, Fi Rihab al-Sunnah al-Kitab al-Shahih al-Sittah,
(Mujma’ al-Bahust al-Islamiah, 1415 H/1990 M) halaman 145.
[5] Dosen
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Yogyakarta. Studi Kitab Hadis,...
halaman 105.
[6] Ahmad
Said Ahmad Su’ud, Fi Rihab al-Sunnah al-Kitab al-Shahih al-Sittah,
halaman 145.
[7] Al-Dakatur
Mustafa, As-Sunnah wa Makannataha fi al-Tasyri’ al-Islami, Beirut : Dar
al-Waraq, Halaman 492. Lihat juga Badhri
Khaeruman, Ulum Al-Hadis, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), halaman 267.
[8] Ibnu
Hajar Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Juz IX, (Beirut Darul al-Fikr, 1994),
halaman 387. Al-Dakatur Syauqi abu Khalil, Atlas al-Hadis al-Nabawi Minal
al-Kitab al-Shahih al-Sittah, Damaskus: Dar al-Fikr, 1426 H/ 2005 M)
halaman 14.
[9] Kitab
Hadis Sembilan Imam, dalam Lidwa.
[10] Ibnu
Hajar Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib,... halaman 387. Lihat juga Ibnu Fadil, Lisan
al-Mizan, juz VII (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), halaman 371.
[11] Dalam
istilah ilmu hadis, Majhul adalah seorang yang tidak dikenal dikalangan
ulama hadis.
[12] Dosen
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Yogyakarta. Studi Kitab Hadis,...
halaman 107-108.
[13] Ahmad
Said Ahmad Su’ud, Fi Rihab al-Sunnah al-Kitab al-Shahih al-Sittah,..
halaman 151-152.
[14] Dosen
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Yogyakarta. Studi Kitab Hadis,...
halaman 109.
[15] Ibid,...
halaman 110
[16] Ibid,...
halaman 111
[17] Ibid,...
halaman 115.
[18] Ibid,...
halaman 115.
[19] Ibid,...
halaman 120.
[20] Yaitu
hadis mengenai shalat Jama’ yang mana bunyi hadisnya sebagai berkut, ”Sesungguhnya
Rasulullah menjama’ shalat Zuhur dengan ashar, dan
Maghrib dengan Isa’, tanpa adanya sebab takut dalam perjalanan, dan tidak pula
karena hujan”. Dan hadis tentang “ Apabila seorang mukmin
minum Khamar, maka deralah ia, dan jika ia kembali minum khamar pada yang
keempat kalinya maka bunuhlah ia”.
[21] Dosen
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Yogyakarta. Studi Kitab Hadis.
(Yogyakarta: Teras, 2003), hlm 115.
[22] Ibid...,
halaman 116-118.
0 comments:
Post a Comment