Friday, November 18, 2016

Hukum dan Etika Penyiaran: Analisi Undang-undang No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Program Acara Sinetron “Anak Jalanan”DI Stasiun Televisi RCTI (Analisis Etika dan Hukum Penyiaran, dalam Undang-undang No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran)
 
Add caption
 Sinopsis :


Sinetron Anak Jalanan adalah sebuah program acara televisi yang di tayangkan oleh stasiun televisi RCTI. Program acara ini merupakan sebuah program sinetron anak remaja masa sekarang. Sinetron tersebut mengkisahkan tentang percintaan dan perkumpulan anak muda yang bergabung dalam kelompok gang yang menyebut diri mereka dengan gang motor warior. Program acara sinetron “Anak Jalanan” adalah sebuah hiburan yang dipertontnkan kepada anak-anak dan remaja, karena jam tayang dari sinetron ini adalah dari Jam 19.00 sampai jam 21.00.

Kasus :

Sinetron anak jalanan di nilai tidak, cocok unutk kultur moral anak bangsa Indonesia, khususnya anak-anak dan remaja. Karena sebagian besar adegan dalam sinetron “Anak Jalanan” memberikan contoh yang tidak baik, mislanya adanya perkumpulan gang-gang yang melakukan aksi balap motor di jalan, kemudian adanya adegan cium yang  dilakukan oleh dua pasangan anak muda, dan perkelahian. Kemudian kisah yang di tawarkan oleh sinetron “Anak Jalanan” juga tidak sesuai dengan asas, tujuan, fungsi dan arah dari sebuah etika dan hukum penyiaran. Sedangkan semuanya telah di atur dalam Undang-undang yang di jadikan tolak ukur dalam setaip program acara yang ditayangkan.


Analisis :

Media adalah bagian yang tidak terpeisahkan dari kehidupan masyarakat. Karena hampir diseluruh dunia khususnye di Indonesia setiap masyarakatnya menjadikan media khususnya televisi bagian dari rutinitas sehari-hari. Apalagi di era globalisasi sekarang ini media merupakan salah satu bagian yang banyak memberikan pengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat, terlebih lagi dalam pembentukan karakter anak didik. Karena sesungguhnya mereka selain mendapat pendidikan di sekolah dan di lingkungan rumah, mereka juga mendapatkan pendidikan nonformal dari siaran-siaran yang ditayangkan oleh setiap lembaga penyiaran televisi. Maka dari itu setiap tayangan yang dipertontonkan di media televisi akan memberikan pengurh besar dalam karakter anak.
Sesungguhnya Komisi Penyiaran Indonensia telah menyusun sebuah aturan yang menjadi tolak ukur untuk wajib di taati dan perhatikan oleh setiap lembaga penyiaran baik itu swasta maupun milik pemerintah. Aturan tersbut di antaranya adalah terdapat dalam ketentuan umum Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang hukum penyiaran bahwa “Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Terkait dengan khsusu di atas, jika dikaji dan dianalisis dari kaca mata Undang-undang penyiaran maka program acara sinetron “Anak Jalanan” dinilai telah melanggar hukum dan etika penyiaran. Pelanggaran-pelanggaran yang dimaksudkan adalah pada Bab II tentang Asas, Tujuan, Fungsi dan Arah Penyiaran di antaranya:
1.       Asas Penyiaran
“Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab” (Pasal 2).
Jika ditinjau dari asasnya penyiaran, program tayangan “Anak Jalanan” di lembega penyiaran RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), telah melanggar asas yang telah ditetapkan yaitu, etika penyiaran. Dimana tidak selayaknya adegan-adegan yang tidak sesuai dengan kulltur bangsa Indonesia yang menjujung tinggi asas kesopana dan keberadaban, yang termuat dalam dasar Panca Sila yaitu sila ke 2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Tetapi justru dalam tayangan sinetron “Anak Jalanan” banyak adegan kurang baik yang ditampilkan, sehingga banyak menimbulkan dampak buruk bagi perkembangan Karakter anak bangsa yang nantinya akan mencerminkan jati diri dan identitas bangsa.

2.       Tujuan
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia (Pasal 3).
Terkait dengan media sebagai pembentukan sebuah budaya, sebagaimana  dijelaskan oleh Malvin DeFleur (Onong Uchjana, 2003: 279), berdasarkan teori Norma budaya (Cultur Norms Theory) bahwa pada hakikatnya media massa (dalam hal ini adalah media televisi) memiliki kemampuan untuk memberikan kesan dan pengaruh terhadap norma dan budaya secara tidak langsung kepada khalayak, yaitu di antaranya kepada anak-anak dan remaja. Oleh sebab itu, jika ditinjau dari tujuan penyiaran itu sendiri yang bertujuan untuk membentuk jati diri dan waktak bangsa yang beriman dan bertakwa maka, penyajian budaya yang ditawarkan oleh sinetron “Anak Jalana” di RCTI yang lebih mengedepankan budaya “Jahiliah” (disitilahkan sekrang sebagai budaya “Gaul” atau modern) tidak sesuai dengan tujuan penyiaran itu sendiri.

3.       Fungsi
Sebagai sebuah media, lembaga penyiaran tentunya memiliki fungsi yang telah di atur juga dalam undang-andang penyairan di antaranya pada Pasal 4 sebagai berikut:
(1) Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
(2)Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Terkait dengan fungsi pada pasal 4 poin satu dan dua, dijelaskan bahwa media berfungsi sebagai media pendidikan, hiburan yang sehat, dan kontrol dan perekat sosial, ekonomi dan kebudayaan. Jika dikaji berdasarkan fungsi tersebut ada beberapa poin yang dilanggar, yaitu Pertama, bahwa sinetron tersebut tidak menjadi sebuah hiburan yang sehat, karena isinya mengajarkan tentang pelanggaran-pelanggaran baik itu pelanggaran lalu lintas dengan melakukan adegan balapan liar di jalan raya, dan pelanggaran norma agama (khususnya umat muslim karena mayoritas muslim di Indonesia) dengan melakukan adegan ciuman yang dipertontonkan kepada anak-anak dan remaja yang masih belom layak untuk dikonsumsi oleh mereka. Kedua, sebagai negara yang memiliki ragam budaya, suku dan bangsa tentunya sinetroon “Anak Jalanan” tersebut tidak memberikan contoh yang baik dalam membangun hubungan sosial, dan saling menjaga satu sama lain. Tetapi malah sebaliknya memberikan contoh yang memicu perpecahan dengan menampilkan perngelompokan-pengelompokan anak-anak muda yang saling bermusuhan dan menjatuhkan satu sama lain.

4.       Arah
Pada analisis arah dari isi penyiaran yang ditayangkan oleh RCTI dalam sinetron “Anak Jalanan” ini telah banyak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh undang-undang tentang arah penyiaran, pada pasal 5, sebagaimana berikut ini:
a.menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;
c.meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
d.menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;
e.meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;
f.menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup;
g.mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran;
h.mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi;
i.memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;
j.memajukan kebudayaan nasional.
Jika diperhatikan pada penyairan yang ditayangkan seharusnya lembaga penyiaran tidak menawarkan kepada publik budaya-budaya “Jahiliyah” kepada publik, apalagi tayangannya di tujukan kepada anak-anak dan remaja. Hal paling urgen adalah jam 19.00 sampai jam 21.000 merupakan masa yang di gunakan untuk menonton teevisi oleh sebagian besar anak-anak indonesia. Dimana mereka adalah kalangan yang termasuk kedalam golongan yang tak berdaya jika ditinjau dari teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Model) menurut Elihu Katz (dalam Onong Ucjhana, 2003: 84) bahwa “media sangat mudah memberikan pengaruh, baik itu ide-ide dan contoh kepada orang yang tidak berdaya” (dalam hal ini termasuk anak-anak dan remaja). Oleh sebab itu budaya yang ditawarkan oleh sinetron “Anak Jalanan” tidak sesuai dengan arah penyairan dan telah melanggar ketentuan undang-undang penyiaran.  

0 comments:

Post a Comment

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com