Berawal dari pendidikan pada masa klasik. Masuknya
kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal zaman
sejarah tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi
sastra, agama, sejarah, etika menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan
bangsawan. Pendidikan mengharuskan anak-anak, pemuda dan orang dewasa
mempelajari huruf Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga (990-1049) banyak
buku-buku bahasa, sastra, hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa kuno
(Kawi) sehingga lahirlah guru-guru profesional pada zamannya. Pada abad ke-13
Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah Demak, di Aceh
Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan di daerah
Maluku Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat
penyebaran agama Islam sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula
dari penyebaran Islam di dalamnya inklusif pendidikan bercorak Islam
tradisional dikembangkan. Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat
perorangan. Para kiai membina umat Islam di daerahnya masing-masing dengan
mendirikan pondok pesantren. Terkenallah peran Walisongo di Jawa, para syeh
Minangkabau dan pada akhirnya berdiri kesultanan-kesultanan sebagai pusat
pemerintahan dan pusat penyebaran Islam. Selama perkembangan tersebut sejarah
mencatat bahwa pendidikan utama yang ditekankan pada umumnya adalah pendidikan pada
karakternya. lalu timbul pertanyaan "Apa itu pendidikan karakter?". Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan Negara (Maswardi Muhammad, 2013: 4). Demikian pula dengan karakter,
secara harfiah artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau
reputasi, menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain,
tabiat, dan watak. Menurut Hamka Abdul Azizi (2012: 197-198) menyebutkan bahwa seseorang
yang berkarakter artinya seseorang mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
Sehingga Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberi keputusan baik, memelihara apa yang baik mewujudkan
dan menyebarkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dengan
demikian maka, esensi pendidikan karakter adalah menanamkan kualitas atau
kekuatan iman dan nilai keyakinan mental dan moral, akhlak atau budi pekerti
individu dalam pribadi peserta didik. Dalam pandangan agama karakter memiliki
dimensi yang sama dengan akhlak. Menurut Imam Al-Ghazali, “Akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam hati yang dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan yang baik
dengan mudah dan tanpa menimbulkan pertimbangan-pertimbangan dan
pemikiran-pemikiran”. Sedangkan Menurut Ibnu Maskawaih (dalam Maswardi Muhammad
Amin, 2012: 2) menyebutkan bahwa Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan-pertimbangan
terlebih dahulu”. Jadi Jelas bahwa pendidikan karakter penting untuk ditanamkan
sejak dini baik pada lingkungan rumah, maupun di sekolah agar peserta didik
bisa menempatkan dirinya benar-benar pada tempat yang baik dan benar. Diketahui bahwa orang-orang yang beriman dan
bertakwa yakin dirinya selalu diawasi
oleh Allah SWT. di manapun dirinya berada. Peserta didik yang mempunyai akhlak
mulia akan selalu menjaga sikap dan perilakunya dimanapun kondisinya. Pendidikan
karakter ini merupakan sifat nabi kita Muhammad SAW. yaitu Shiddiq, Fathonah,
Amanah, dan Tabligh. Pendidikan karakter diharapkan bisa menjadi sarana
untuk membentuk akhlak peserta didik. Karena pendidikan karakter mempunyai
sasaran pendidikan hati dan sasaran pendidikan otak. Sasaran pendidikan hati
yaitu: iman, takwa, Akhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, tanggung jawab.
Sasaran pendidikan otak yaitu: berilmu, cakap, terampil dan kreatif. Di antara
dua sasaran tersebut kelihatan lebih berat sasaran hati karena sasaran hati
tidak kesat mata, tidak bisa diukur dengan materi dan angka tapi bisa dilihat
dari kemuliaan serta perilaku dan akhlaknya. sedangkan sasaran otak akan tampak
dari kepintarannya. Tanpak jelas sasaran yang akan dituju akan lebih berat
sasaran hati karena untuk membentuk karakter seseorang tidaklah mudah.
Friday, November 18, 2016
Home »
Pendidikan
» "Pendidikan Karakter" Antara Ketertinggalan VS Solusi Pendidikan Masa Kini
0 comments:
Post a Comment