Friday, November 18, 2016

"Pendidikan Karakter" Antara Ketertinggalan VS Solusi Pendidikan Masa Kini

        Berawal dari pendidikan pada masa klasik. Masuknya kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal zaman sejarah tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi sastra, agama, sejarah, etika menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan bangsawan. Pendidikan mengharuskan anak-anak, pemuda dan orang dewasa mempelajari huruf Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga (990-1049) banyak buku-buku bahasa, sastra, hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa kuno (Kawi) sehingga lahirlah guru-guru profesional pada zamannya. Pada abad ke-13 Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah Demak, di Aceh Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan di daerah Maluku Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat penyebaran agama Islam sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula dari penyebaran Islam di dalamnya inklusif pendidikan bercorak Islam tradisional dikembangkan. Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat perorangan. Para kiai membina umat Islam di daerahnya masing-masing dengan mendirikan pondok pesantren. Terkenallah peran Walisongo di Jawa, para syeh Minangkabau dan pada akhirnya berdiri kesultanan-kesultanan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran Islam. Selama perkembangan tersebut sejarah mencatat bahwa pendidikan utama yang ditekankan pada umumnya adalah pendidikan pada karakternya. lalu timbul pertanyaan "Apa itu pendidikan karakter?". Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara (Maswardi Muhammad, 2013: 4). Demikian pula dengan karakter, secara harfiah artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi, menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, dan watak. Menurut Hamka Abdul Azizi (2012: 197-198) menyebutkan bahwa seseorang yang berkarakter artinya seseorang mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Sehingga Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberi keputusan baik, memelihara apa yang baik mewujudkan dan menyebarkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dengan demikian maka, esensi pendidikan karakter adalah menanamkan kualitas atau kekuatan iman dan nilai keyakinan mental dan moral, akhlak atau budi pekerti individu dalam pribadi peserta didik. Dalam pandangan agama karakter memiliki dimensi yang sama dengan akhlak. Menurut Imam Al-Ghazali, “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam hati yang dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan yang baik dengan mudah dan tanpa menimbulkan pertimbangan-pertimbangan dan pemikiran-pemikiran”. Sedangkan Menurut Ibnu Maskawaih (dalam Maswardi Muhammad Amin, 2012: 2) menyebutkan bahwa Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu”. Jadi Jelas bahwa pendidikan karakter penting untuk ditanamkan sejak dini baik pada lingkungan rumah, maupun di sekolah agar peserta didik bisa menempatkan dirinya benar-benar pada tempat yang baik dan benar.  Diketahui bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa yakin  dirinya selalu diawasi oleh Allah SWT. di manapun dirinya berada. Peserta didik yang mempunyai akhlak mulia akan selalu menjaga sikap dan perilakunya dimanapun kondisinya. Pendidikan karakter ini merupakan sifat nabi kita Muhammad SAW. yaitu Shiddiq, Fathonah, Amanah, dan Tabligh. Pendidikan karakter diharapkan bisa menjadi sarana untuk membentuk akhlak peserta didik. Karena pendidikan karakter mempunyai sasaran pendidikan hati dan sasaran pendidikan otak. Sasaran pendidikan hati yaitu: iman, takwa, Akhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, tanggung jawab. Sasaran pendidikan otak yaitu: berilmu, cakap, terampil dan kreatif. Di antara dua sasaran tersebut kelihatan lebih berat sasaran hati karena sasaran hati tidak kesat mata, tidak bisa diukur dengan materi dan angka tapi bisa dilihat dari kemuliaan serta perilaku dan akhlaknya. sedangkan sasaran otak akan tampak dari kepintarannya. Tanpak jelas sasaran yang akan dituju akan lebih berat sasaran hati karena untuk membentuk karakter seseorang tidaklah mudah.

0 comments:

Post a Comment

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com